UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 12 TAHUN 1992
TENTANG
SISTEM
BUDIDAYA TANAMAN
Bagian Kedua Perbenihan
Pasal 8
Perolehan benih bermutu untuk pengembangan budidaya tanaman
dilakukan melalui kegiatan penemuan varietas unggul dan/atau introduksi dari
luar negeri.
Pasal 9
1. Penemuan varietas unggul dilakukan melalui kegiatan pemuliaan
tanaman.
2. Pencarian dan pengumpulan plasma nutfah dalam rangka pemuliaan
tanaman dilakukan oleh Pemerintah.
3. Kegiatan pencarian dan pengumpulan plasma nutfah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), dapat dilakukan oleh perorangan atau badan hukum berdasarkan
izin.
4. Pemerintah melakukan pelestarian plasma nutfah bersama
masyarakat.
5. Ketentuan mengenai tata cara pencarian, pengumpulan, dan
pelestarian plasma nutfah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ayat (3), dan
ayat (4), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 10
1. Introduksi dari luar negeri dilakukan dalam bentuk benih atau
materi induk untuk pemuliaan tanaman.
2. Introduksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilakukan oleh Pemerintah
dan dapat pula dilakukan oleh perorangan atau badan hukum.
3. Ketentuan, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2),
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 11
Setiap orang atau badan hukum dapat melakukan pemuliaan tanaman
untuk menemukan varietas unggul.
Pasal 12
1. Varietas hasil pemuliaan atau introduksi dari luar negeri
sebelum diedarkan terlebih dahulu dilepas oleh Pemerintah.
2. Varietas hasil pemuliaan atau introduksi yang belum dilepas
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilarang diedarkan.
3. Ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara pelepasan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 13
1. Benih dari varietas unggul yang telah dilepas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), merupakan benih bina.
2. Benih bina yang akan diedarkan harus melalui sertifikasi dan
memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh Pemerintah.
3. Benih bina yang lulus sertifikasi apabila akan diedarkan wajib
diberi label.
4. Ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara sertifikasi dan
pelabelan benih bina diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.
Pasal 14
1. Sertifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2),
dilakukan oleh Pemerintah dan dapat pula dilakukan oleh perorangan atau badan
hukum berdasarkan izin.
2. Ketentuan mengenai persyaratan dan perizinan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.
Pasal 15
Pemerintah melakukan pengawasan terhadap pengadaan dan peredaran
benih bina.
Pasal 16
Pemerintah dapat melarang pengadaan, peredaran, dan penanaman
benih tanaman tertentu yang merugikan masyarakat, budidaya tanaman, sumberdaya
alam lainnya, dan/atau lingkungan hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar